Apakah kamu berusia 20 tahun ke atas dan pernah merasa tidak puas akan pencapaian kamu? Atau kamu merasa galau karena teman-teman sepermainan kamu kini telah menikah sedangkan kamu masih melajang?
Mungkin kamu sedang menghadapi quarter life crisis. Banyak orang ketika masih remaja mengira bahwa usia 20-an menyenangkan.
Kamu merasa lepas dari kontrol orangtua, bekerja sesuai passion seraya merintis karir, bebas berekspresi karena dirasa telah dewasa, bebas menentukan jalan hidup, dan sebagainya. Nyatanya, tidak seindah itu.
Belakangan ini, quarter life crisis hangat diperbincangkan terutama di media sosial. Berbagai masalah terkait pencarian jati diri yang dihadapi oleh orang-orang berusia seperempat abad ini patut mencuri perhatian untuk dibahas.
Masalah ini seolah telah menjadi ‘penyakit wajib’ bagi mereka yang memasuki pertengahan usia 20 hingga awal 30 tahun. Apakah quarter life crisis cukup berbahaya sehingga bisa membuat penderitanya gila? Tentu saja tidak!
Sebenarnya masalah ini memberikan ruang dan kesempatan untuk mengenal diri sendiri serta sebagai ‘pelatih’ dalam pengambilan keputusan. Loh, bagaimana bisa?
Quarter life crisis adalah suatu periode ketidakpastian dan penuh dengan pertanyaan akan masa depan yang biasanya terjadi ketika orang merasa terjebak, tidak terinspirasi, dan kecewa selama usia pertengahan 20 hingga awal 30 tahun, menyadur blog Bradley University.
Fase ini ditandai oleh dengan munculnya kebingungan, kebimbangan, kekhawatiran serta banyaknya pilihan hidup yang harus dipilih.
Pada umumnya krisis ini meliputi masalah pekerjaan atau karir, percintaan, relasi dengan orang lain, dan kehidupan sosial. Tidak ada atau kurangnya motivasi hidup, sulit membuat keputusan ketika dihadapkan pada banyak pilihan.
Lalu merasa iri dengan teman sebaya terhadap pencapaian mereka, tidak puas akan pencapaian sendiri, kurang bahagia dengan pekerjaan yang digeluti, sulit menentukan apakah ingin hidup sesuai dengan keinginan diri sendiri atau mengikuti tuntutan keluarga atau masyarakat.
Di atas adalah beberapa tanda krisis hidup usia seperempat abad ini. Mari lihat bagaimana seharusnya kaum milenial mengalahkan krisis ini sehingga mampu mencapai tujuan-tujuan mereka yang telah disadur dari tulisan Robert MacNaughton di Forbes.

1. Temukan apa yang sebenarnya kamu inginkan dan kejarlah itu
Mengutip cara Robert MacNaughton, seorang CEO dan co-founder Integral Center di Boulder, Colorado, jika kamu merasa tidak cocok dengan pekerjaanmu saat ini atau ingin membuat sesuatu yang ingin diselesaikan di dunia ini atau hal yang baru, maka lakukanlah itu.
Tidak ada yang tahu, mungkin kamu bisa memulainya lebih dulu dan membuatnya lebih baik dari orang lain.
2. Berhentilah mencoba menyenangkan orang lain
Jika sampai dengan saat ini kamu masih membentuk dirimu atau melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan serta tuntutan orang-orang di sekitar kamu, saatnya kamu menghentikannya.
Berusaha memuaskan orang lain agar mereka menerimamu malah sebenarnya tidak menampilkan diri kamu apa adanya sehingga tanpa disadari kamu merasa terbebani, hampa, dan tidak bahagia.
Fokuslah pada dirimu sendiri, ciptakanlah kesenangan yang kamu inginkan. Jadilah dirimu sendiri.
3. Dengarkan suara hatimu
Dengar baik-baik suara hatimu untuk menentukan kebahagiaanmu yang sebetulnya.
4. Temukan identitas kamu dengan mencoba hal-hal baru
5. Manfaatkan perlawanan kamu
Perhatikan saat di mana kamu tidak tahan untuk mengambil tindakan atau mengalami kesulitan terhadap sesuatu. Di sinilah kamu akan mencapai perkembangan diri; kamu akan menemukan mengapa kamu ada di sini dan apa keputusan kamu.
Dari sini, kamu akan menemukan keunggulanmu serta ruang untuk tumbuh.
Membatasi penggunaan sosial media juga bisa membantu kamu melalui krisis ini. Sebagus-bagusnya fungsi media sosial, tetap saja ada beberapa hal di dalamnya yang bisa mengusik kehidupan kamu tanpa kamu sadari.
Santailah menghadapi quarter life crisis. Ini adalah sesuatu yang normal kok dan pasti kamu bisa mengatasinya.
Tidak perlu cemas, frustasi, apalagi sampai stress. Krisis ini layaknya bagian dari game; di mana kamu mencapai fase level-up untuk kemampuanmu.
Baca juga: Bencana Banjir Bukan Aib yang Harus Disopankan Lewat Eufemisme
Related posts
Popular
-
Rantai Masker Jadi Tren, Tapi Bagaimana Keamanan dan Efektivitasnya?
-
Hal yang Lebih Buruk dari ‘Nasionalisme Sempit’: Nasionalisme Vaksin
-
Presiden Jokowi Ingin Jadi Sekjen PBB? Ini Syarat dan Proses Pemilihannya
-
Kuliah Offline vs Online, Mana yang Lebih Baik?
-
Fleets, Fitur Baru Twitter yang Disambut Geger Pengguna Indonesia, Benarkah Demikian?
-
Bagaimana Polusi Cahaya Ganggu Kesehatan dan Keselamatan? Simak Penjelasannya
-
Pembelaan Kim Kardashian dan Aktivis terhadap Brandon Bernard sebelum Dieksekusi Mati
-
Mimpi Buruk Krisis Listrik di Texas
-
Dirut PT Jakpro Bicara Manajemen Anti-Suap dan Anjurannya ke Para Vendor
-
Melihat Penyebab Krisis Air Bersih di NTT